Siapakah perancang Garuda Pancasila?
"Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda".
Paragraf diatas merupakan isi dari Pasal 46 Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Ada 12 pasal di dalam bab khusus tentang Lambang Negara di UU itu. Namun, tak satupun yang mencantumkan mengenai siapa perancang dari lambang yang wajib digunakan di berbagai tempat, lembar negara, uang, dokumen resmi, hingga materai, sebagai wujud adanya negara Indonesia. Kalau dipasang di ruangan, posisinya berada lebih tinggi di tengah antara potret Presiden dan Wakil Presiden RI.
Dibandingkan dengan lagu kebangsaan "Indonesia Raya", secara jelas dicantumkan nama Wage Rudolf Supratman sebagai penggubahnya. Hal itu tercantum di Pasal 58 ayat (1) dari UU yang sama.
Nama Sultan Hamid II, atau lengkapnya Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie, tak akan pernah lepas dari sejarah lambang negara Indonesia. Penelitian ilmiah menunjukkan Sultan ketujuh dari Kesultanan Pontianak itu, sebagai perancangnya.
Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman Fachturachman Nur M Hum, yang mengangkat tentang validitas perancang lambang negara saat mengambil gelas magister di Universitas Indonesia pada 1999.
Menurut dia, ada dua tahap perancangan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II. Rancangan tahap pertama, pada 8 Februari 1950, mengambil figur burung garuda yang digali dalam mitologi bangsa Indonesia berdasarkan bahan dasar yang dikirim Ki Hajar Dewantoro dari sketsa garuda di berbagai candi di Jawa.
Gambar lambang negara dimaksud itu, sudah dikritisi oleh Panitia Lambang Negara. Kemudian, rancangan tahap kedua, pada 10 Februari 1950, mengambil figur burung elang rajawali setelah Sultan Hamid II melakukan penyempurnaan dan perbandingan dengan negara lain yang menggunakan figur yang sama.
Figur burung elang rajawali itu kemudian ditetapkan menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) 11 Februari 1950 dan masuk berita negara Parlemen RIS 17 Februari 1950 Nomor 2 dan menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan Pasal 6.
Sultan Hamid II dalam transkrip 15 April 1967 secara semiotika hukum lambang menamakan lambang negara RIS itu Rajawali - Garuda Pancasila. Soekarno menamakan Elang Rajawali - Garuda, PP No 66 Tahun 1951 menyebut berdekatan dengan burung Elang Rajawali.
Masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar) telah mengusulkan di amandemen UUD Tahun 1945 terhadap pasal 36 menjadi pasal 36 A pada tahun 2000 kepada MPR RI. Namun ketika UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, pada pasal 48 tidak disebutkan siapa perancang lambang negara tersebut.
Paragraf diatas merupakan isi dari Pasal 46 Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Ada 12 pasal di dalam bab khusus tentang Lambang Negara di UU itu. Namun, tak satupun yang mencantumkan mengenai siapa perancang dari lambang yang wajib digunakan di berbagai tempat, lembar negara, uang, dokumen resmi, hingga materai, sebagai wujud adanya negara Indonesia. Kalau dipasang di ruangan, posisinya berada lebih tinggi di tengah antara potret Presiden dan Wakil Presiden RI.
Dibandingkan dengan lagu kebangsaan "Indonesia Raya", secara jelas dicantumkan nama Wage Rudolf Supratman sebagai penggubahnya. Hal itu tercantum di Pasal 58 ayat (1) dari UU yang sama.
Nama Sultan Hamid II, atau lengkapnya Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie, tak akan pernah lepas dari sejarah lambang negara Indonesia. Penelitian ilmiah menunjukkan Sultan ketujuh dari Kesultanan Pontianak itu, sebagai perancangnya.
Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman Fachturachman Nur M Hum, yang mengangkat tentang validitas perancang lambang negara saat mengambil gelas magister di Universitas Indonesia pada 1999.
Menurut dia, ada dua tahap perancangan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II. Rancangan tahap pertama, pada 8 Februari 1950, mengambil figur burung garuda yang digali dalam mitologi bangsa Indonesia berdasarkan bahan dasar yang dikirim Ki Hajar Dewantoro dari sketsa garuda di berbagai candi di Jawa.
Gambar lambang negara dimaksud itu, sudah dikritisi oleh Panitia Lambang Negara. Kemudian, rancangan tahap kedua, pada 10 Februari 1950, mengambil figur burung elang rajawali setelah Sultan Hamid II melakukan penyempurnaan dan perbandingan dengan negara lain yang menggunakan figur yang sama.
Figur burung elang rajawali itu kemudian ditetapkan menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) 11 Februari 1950 dan masuk berita negara Parlemen RIS 17 Februari 1950 Nomor 2 dan menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan Pasal 6.
Sultan Hamid II dalam transkrip 15 April 1967 secara semiotika hukum lambang menamakan lambang negara RIS itu Rajawali - Garuda Pancasila. Soekarno menamakan Elang Rajawali - Garuda, PP No 66 Tahun 1951 menyebut berdekatan dengan burung Elang Rajawali.
Masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar) telah mengusulkan di amandemen UUD Tahun 1945 terhadap pasal 36 menjadi pasal 36 A pada tahun 2000 kepada MPR RI. Namun ketika UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, pada pasal 48 tidak disebutkan siapa perancang lambang negara tersebut.